[img]http://www.kompas.com/data/photo/2010/01/10/1826024p.jpg[/img]
Menghukum anak tidak identik dengan bentakan atau pukulan. Orangtua harus memilih cara yang kreatif, cerdas, sehat, agar anak tumbuh dengan cinta.
Memberikan hukuman kepada anak dilihat sebagai bentuk kedisplinan, umum terjadi dalam keluarga. Tetapi sudah tepatkah jika kita melatih kedisiplinan dalam bentuk pukulan, bentakan, omelan?
Heny Supolo Sitepu, MA, pakar pendidikan dari Yayasan Cahaya Guru, mengatakan, persoalan disiplin perlu dikaitkan dengan pemahaman mengapa disiplin itu dibutuhkan agar anak bisa memahami proses pembelajaran dalam dirinya. Henny memberi contoh, misalnya, mengapa cuci tangan sebelum makan penting.
Menurut Henny, orangtua perlu memberikan contoh dalam keseharian. “Jika ingin anaknya membereskan mainannya sendiri, maka orangtua tentunya setelah membaca koran harus melipatnya kembali dengan baik, dan tidak meletakkan sembarangan," Henny memberi contoh.
Berpikir sebelum bertindak harus menjadi prinsip utama jika orangtua ingin memberikan hukuman. Henny menegaskan, orangtua harus memahami apa tujuan dari suatu hukuman.
“Apabila dimaksudkan untuk mengembangkan kepercayaan diri maka bentakan, apalagi pukulan, tidak akan efektif untuk mencapai tujuan. Kalau ingin memberikan efek jera maka selama anak tidak paham kesalahannya maka tentu akan terjadi pengulangan,” jelas Henny.
Yang perlu diperhatikan, sebisa mungkin orangtua memberikan hukuman tanpa melukai harga diri anak. Dengan kata lain, hukumlah sambil tetap memberikan kasih sayang. Karena menurut Henny, saat anak menyadari kesalahan dan mampu menemukan cara untuk memperbaikinya, ketika itulah orangtua bisa merasa lega.
Menghukum anak tidak identik dengan bentakan atau pukulan. Orangtua harus memilih cara yang kreatif, cerdas, sehat, agar anak tumbuh dengan cinta.
Memberikan hukuman kepada anak dilihat sebagai bentuk kedisplinan, umum terjadi dalam keluarga. Tetapi sudah tepatkah jika kita melatih kedisiplinan dalam bentuk pukulan, bentakan, omelan?
Heny Supolo Sitepu, MA, pakar pendidikan dari Yayasan Cahaya Guru, mengatakan, persoalan disiplin perlu dikaitkan dengan pemahaman mengapa disiplin itu dibutuhkan agar anak bisa memahami proses pembelajaran dalam dirinya. Henny memberi contoh, misalnya, mengapa cuci tangan sebelum makan penting.
Menurut Henny, orangtua perlu memberikan contoh dalam keseharian. “Jika ingin anaknya membereskan mainannya sendiri, maka orangtua tentunya setelah membaca koran harus melipatnya kembali dengan baik, dan tidak meletakkan sembarangan," Henny memberi contoh.
Berpikir sebelum bertindak harus menjadi prinsip utama jika orangtua ingin memberikan hukuman. Henny menegaskan, orangtua harus memahami apa tujuan dari suatu hukuman.
“Apabila dimaksudkan untuk mengembangkan kepercayaan diri maka bentakan, apalagi pukulan, tidak akan efektif untuk mencapai tujuan. Kalau ingin memberikan efek jera maka selama anak tidak paham kesalahannya maka tentu akan terjadi pengulangan,” jelas Henny.
Yang perlu diperhatikan, sebisa mungkin orangtua memberikan hukuman tanpa melukai harga diri anak. Dengan kata lain, hukumlah sambil tetap memberikan kasih sayang. Karena menurut Henny, saat anak menyadari kesalahan dan mampu menemukan cara untuk memperbaikinya, ketika itulah orangtua bisa merasa lega.