Dewasa ini, banyak orang tua melupakan cara indah untuk mendidik dan mengajar anak dengan baik. Memang tidak sedikit orang tua (pasangan muda masa kini) yang melakukan bentuk penerapan disiplin terlalu keras terhadap anak. Kondisi ini sebaiknya tidak dilakukan, sebab bisa mempengaruhi mental si anak di masa mendatang. Demikian, kesimpulan hasil sebuah survei belum lama ini mengenai orang tua dan perilaku agresif terhadap anak yang dilakukan oleh Murray Straus, seorang sosiolog dari University of New Hampshire terhadap 991 orang tua.
[img]http://muhtarsuhaili.files.wordpress.com/2007/05/kasih-dan-cinta-lillahi-taala.jpg[/img]
Menurut survei tersebut, membentak dan mengancam adalah bentuk paling umum dari agresi yang dilakukan orang tua. Dibandingkan tindakan yang lebih ekstrim lagi, seperti mengancam, memaki, dan memanggil dengan kasar dengan panggilan bodoh, malas dan sebagainya, maka membentak memang paling banyak dilakukan.
Bukan hanya kepada anak, bayi pun kena bentak. Tetapi biasanya semakin muda usia orang tua, semakin sering pula mereka melakukan 'tindakan disiplin' tersebut.Dari survei itu, 90% mengaku melakukan bentuk-bentuk agresi psikologis saat dua
tahun pertama usia anak. Dan 75% di antaranya mengaku melakukan bentakan atau berteriak pada anak. Seperempat orang tua menyumpahi atau memaki anaknya, dan sekitar 6% bahkan mengancam untuk mengusir sang anak.
Menurut Straus, tindakan ini membawa efek psikologis jangka panjang bagi sang anak, walaupun secara hukum belum bisa disebut
kekerasan terhadap anak. Tetapi memang dampaknya tidak langsung kelihatan dan biasanya baru ketahuan setelah mereka semakin dewasa.
Straus menambahkan bahwa agresi psikologis itu bisa membuat anak menjadi sulit beradaptasi atau bahkan berperilaku buruk, karena berbagai faktor. Misalnya, menjadi kurang percaya diri, atau sebaliknya, menjadi pemberontak. Tetapi yang paling dikhawatirkan adalah kalau mereka melakukan hal yang sama terhadap anak mereka kelak. Padahal kalau secara psikologis, kelakukan anak yang salah seharusnya diperbaiki, bukan dibentak-bentak dan dimarahi.
Senada dengan penelitian tersebut, Anna Surti Ariani, psikolog anak dan keluarga dari Universitas Indonesia mengatakan anak adalah miniatur orang tua. Bila si orang tua mendidik dan mengajar anak dengan keras, itu akan berdampak pada masa depannya. “Banyak orang tua tidak menyadari bagaimana anak atau si kecil demikian peka dengan pola didik yang mereka ajarkan. Sering dianggap sepele dan ngotot dengan disiplin keras hasilnya bagus. Padahal tidaklah demikian,” kata psikolog yang biasa disapa Nina.
Nina menyarankan orang tua mesti pintar-pintar mendidik dan mengajar anak dengan cinta dan kasih sayang. Bila sejak
dini anak sudah dilekatkan pada hal-hal yang mendekatkan cinta dan kasih sayang anak akan tumbuh menjadi lebih baik. Dia menilai bentakan,kemarahan dan emosi yang membabi buta terhadap anak bukanlah jalan keluar baik. “Memang ada yang bilang anak harus dikerasi, namun bukan begitu caranya. Anak tidak dibesarkan dengan emosi, tapi harus dijaga
dengan cinta dan kasih sayang,” ujarnya.
[img]http://muhtarsuhaili.files.wordpress.com/2007/05/kasih-dan-cinta-lillahi-taala.jpg[/img]
Menurut survei tersebut, membentak dan mengancam adalah bentuk paling umum dari agresi yang dilakukan orang tua. Dibandingkan tindakan yang lebih ekstrim lagi, seperti mengancam, memaki, dan memanggil dengan kasar dengan panggilan bodoh, malas dan sebagainya, maka membentak memang paling banyak dilakukan.
Bukan hanya kepada anak, bayi pun kena bentak. Tetapi biasanya semakin muda usia orang tua, semakin sering pula mereka melakukan 'tindakan disiplin' tersebut.Dari survei itu, 90% mengaku melakukan bentuk-bentuk agresi psikologis saat dua
tahun pertama usia anak. Dan 75% di antaranya mengaku melakukan bentakan atau berteriak pada anak. Seperempat orang tua menyumpahi atau memaki anaknya, dan sekitar 6% bahkan mengancam untuk mengusir sang anak.
Menurut Straus, tindakan ini membawa efek psikologis jangka panjang bagi sang anak, walaupun secara hukum belum bisa disebut
kekerasan terhadap anak. Tetapi memang dampaknya tidak langsung kelihatan dan biasanya baru ketahuan setelah mereka semakin dewasa.
Straus menambahkan bahwa agresi psikologis itu bisa membuat anak menjadi sulit beradaptasi atau bahkan berperilaku buruk, karena berbagai faktor. Misalnya, menjadi kurang percaya diri, atau sebaliknya, menjadi pemberontak. Tetapi yang paling dikhawatirkan adalah kalau mereka melakukan hal yang sama terhadap anak mereka kelak. Padahal kalau secara psikologis, kelakukan anak yang salah seharusnya diperbaiki, bukan dibentak-bentak dan dimarahi.
Senada dengan penelitian tersebut, Anna Surti Ariani, psikolog anak dan keluarga dari Universitas Indonesia mengatakan anak adalah miniatur orang tua. Bila si orang tua mendidik dan mengajar anak dengan keras, itu akan berdampak pada masa depannya. “Banyak orang tua tidak menyadari bagaimana anak atau si kecil demikian peka dengan pola didik yang mereka ajarkan. Sering dianggap sepele dan ngotot dengan disiplin keras hasilnya bagus. Padahal tidaklah demikian,” kata psikolog yang biasa disapa Nina.
Nina menyarankan orang tua mesti pintar-pintar mendidik dan mengajar anak dengan cinta dan kasih sayang. Bila sejak
dini anak sudah dilekatkan pada hal-hal yang mendekatkan cinta dan kasih sayang anak akan tumbuh menjadi lebih baik. Dia menilai bentakan,kemarahan dan emosi yang membabi buta terhadap anak bukanlah jalan keluar baik. “Memang ada yang bilang anak harus dikerasi, namun bukan begitu caranya. Anak tidak dibesarkan dengan emosi, tapi harus dijaga
dengan cinta dan kasih sayang,” ujarnya.