[i][b]Dikutip dari buku "Enrich your life everyday"
Lumayan bagus untuk dibaca...[/b][/i]
-----------------------------------------------------------
[i][b]Inspirational Letter, 23 Mei 2007
Daily Letter for the inspirational people
[/b][/i]
Sasha, anak saya yang pertama, punya sebuah "buku impian" yang ditulis
diam2 di kamarnya. Kemarin, saya memperoleh privilege untuk membaca buku
impian nya. Dan saya cukup kaget dengan apa yang ditulis anak saya.
Isinya dahsyat. Mulai dari nama SMP favorit (dengan tulisan besar2
dibawahnya: Diterima!), nilai yang ingin dicapai lulus SD nanti, dengan
siapa dia ingin menikah (ya, padahal dia baru 11 tahun), keinginan punya
pesawat terbang sendiri, rumah di Hollywood dan Itali, bahkan
dicantumkan juga punya uang sebesar $ 96 trilyun. Ya, dia menulis dalam
dollar dan nol dua belas. Bapak nya saja tidak berani bermimpi
se-dahsyat itu. Hampir saja saya nyletuk: "Emang kamu siapa? Paris
Hilton?"
Saya jadi teringat cerita ikon internet marketing Indonesia, Anne Ahira,
sewaktu mengikuti seminar internet marketingnya beberapa waktu lalu.
Ahira kecil juga adalah pengkhayal yang hebat. Saking ingin nya keliling
dunia, ia pernah menempelkan foto diri nya di kalender yang berisi
gambar2 kota dunia. Jadi waktu kecil Ahira sudah punya "foto" dirinya
didepan obyek wisata dunia, seperti misalnya di depan Golden Gate,
Menara Eiffel, dsb. Gambar-gambar tadi di fotocopy dan ditempel di
dinding. Ahira kecil ngotot, sekalipun Ibu nya mencoba meyakinkan bahwa
keliling dunia hanyalah mimpi bagi anak seorang buruh pabrik dan penjual
gado-gado.
Dan belakangan, Ahira dan Ibu nya menangis terharu setelah melihat foto
Ahira yang dimuat di Kompas yang menggambarkan dia sedang di depan
Golden Gate. Pose nya sama persis dengan foto khayalan Ahira sewaktu
kecil. Luar biasa. Thoughts become Things.
Pikiran anak-anak memang sangat jernih. Saya yakin sewaktu kecil kita
semua berani bermimpi dengan segala kepolosan kita. Tanpa ada
ketakutan-ketakutan apakah mimpi kita akan menjadi nyata atau tidak.
Barangkali konsep-konsep seperti: berpikir positif, law of attractions,
dsb. sebenarnya sudah diinstall oleh Tuhan di otak kita semua sejak kita
lahir. Hanya lambat laun pikiran jernih tadi hilang. Hingga saat kita
dewasa, seringkali sangat sulit untuk diinstall ulang.
Anak-anak berpikir dengan cara yang berbeda dengan kita. Ada sebuah
cerita, seorang konsultan yang sedang membantu memecahkan masalah di
sebuah perusahaan yang sudah listed di bursa suatu ketika ikut
menghadiri manajemen meeting untuk memecahkan suatu masalah. Sang
konsultan membuat sebuah titik di papan tulis. Dan bertanya:"gambar apa
ini?". Seluruh anggota manajemen kompak dengan jawaban:"sebuah titik
hitam di papan tulis putih". Sang konsultan tiga kali mengulang
pertanyaan yang sama, dan mendapat jawaban yang sama. Sang konsultan pun
geleng-geleng kepala."Kemarin saya menanyakan pertanyaan yang sama di
sebuat TK, dan mendapat 50 jawaban yg berbeda..." Ya, bagi anak-anak,
titik hitam tadi dapat menjadi mata seekor burung, bola semut, lalat
nemplok, dsb. Kreatifitas para pemimpin puncak perusahaan tadi kalah
jauh dengan anak TK. Padahal kreatifitas sangat diperlukan dalam
memecahkan masalah.
Tidak heran jika Picasso sampai pernah berkata: "Every child is an
artist. The challenge is to remain an artist after you grow up". Ya,
pelan-pelan kita berubah menjadi orang dewasa dengan meniadakan
kehebatan cara berpikir anak-anak yang super kreatif itu.
Menurut pengamatan saya, anak-anak ternyata selalu menerapkan 3B yang
seringkali sudah kita lupakan:
[b]Berimajinasi[/b]
Anak-anak adalah gudang nya imajinasi. Hari ini mereka bisa menjadi
guru, besok menjadi perawat, besok lagi menjadi pembalap, dsb. Hari ini
bisa perang-perangan di tengah hutan, besok bisa di dalam pesawat
angkasa. Imajinasi ternyata sangat penting dalam dunia pemasaran. Saya
teringat cerita salah seorang teman saya yang pekerjaannya seorang
marketer. Sebelum merumuskan strategi marketing. Bahkan jauh pada saat
produk baru sedang di rumuskan, tim mereka berimajinasi. Misalnya dengan
membayangkan bahwa produk tadi adalah sesosok manusia. Berapa umurnya,
apa hobby nya, pekerjaanya, kemana kalau "hang-out", minumnya apa,
makanya apa, dst. Ini yang kemudian menjadi bahan untuk mengembangkan
materi-materi iklan. Karena sudah memiliki imajinasi tentang "karakter"
produk tadi, maka penyusunan program marketing menjadi lebih mudah.
Buat anak-anak, tidak ada yang tidak mungkin. Imajinasi mereka spontan
dan tidak terlalu memikirkan "the how" nya. Karena bagi anak-anak
semuanya mungkin terjadi. Justru orang dewasa yang sering "menyabotase"
pikiran jernih mereka dengan kata2: "ah, mana mungkin".Bayangkan kalau
cara berimajinasi anak-anak ini kita terapkan dalam menetapkan visi kita
kedepan. Kita tidak akan diganggu dengan pikiran-pikiran negatif "ah
mana mungkin" tadi.
[b]Bermain[/b]
Bagi anak-anak semuanya hanyalah permainan. Dengan demikian tidak ada
"masalah" bagi anak-anak. Semua hal bisa dilihat dari sisi yang
menyenangkan. Lihat saja, sewaktu bencana banjir di Jakarta yang baru
lalu, anak-anak yang justru ceria bermain di tengah banjir. Anak-anak
lebih pandai melihat sisi menyenangkan dari setiap "persoalan". Coba
kalau ini kita terapkan dalam keseharian. Betapa "persoalan" akan lebih
mudah kita hadapi. Semua menjadi permainan yang menyenangkan.
Saya dulu punya teman yang hampir putus asa karena punya banyak hutang.
Saya juga sudah bingung mau ngomong apa. Ketika saya ucapkan kata-kata:"
its just a game man ...", ternyata dia langsung bangkit kembali. Dia
mendapat inspirasi bahwa bisnis yg dia jalani toh hanyalah permainan.
Bahwa skor nya saat ini minus, hanyalah skor, dan mulai sekarang dia
bisa bermain lebih bagus untuk mendapay skor yang lebih besar. Its just
a game. And its fun!
[b]Belajar[/b]
Siapa bilang anak-anak malas belajar. Justru mereka belajar setiap
waktu. Saya pernah baca berita suatu penelitian di MIT yang menyimpulkan
bahwa cara belajar anak2 itu seperti para scientist. Mereka sangat
tertarik hubungan kausalitas. Bagaimana kalau saya melakukan ini, apa
reaksi nya. Ini adalah dasar eksperimen. Dan banyak eksperimen yang
mereka lakukan. Bagaimana kalau mobil-mobilan ini ban nya dicopot?
Bagaimana kalau rambut boneka Barbie ini dipotong, dsb. Rasa ingin tahu
yang besar ini, sebenarnya bisa menjadi pendorong kesuksesan yang luar
biasa jika kita pertahankan hingga dewasa.
Anak-anak belajar secara alamiah untuk menjadi lebih baik. Seorang bayi
yang belajar berjalan, setiap kali jatuh akan bangkit kembali. Berapa
kali seorang anak terjatuh dari sepeda? Apakah dia akan berhenti dan
meratap. Tidak, dia akan tertawa, bangkit lagi, dan bersepeda lebih
baik. Ini adalah proses belajar yang luar biasa. Berani mencoba, berani
jatuh dan berani mengevaluasi diri, ini yang sayangnya sering hilang
pada saat kita menjadi manusia dewasa.
Jadi, kalau Anda sekarang adalah anak-anak, Anda mau menjadi siapa?
Menjadi Spiderman? Batman? Donald Trump? Atau mau jadi Paris Hilton?
Selamat berimajinasi.
Sumber : Fauzi Rachmanto
Lumayan bagus untuk dibaca...[/b][/i]
-----------------------------------------------------------
[i][b]Inspirational Letter, 23 Mei 2007
Daily Letter for the inspirational people
[/b][/i]
Sasha, anak saya yang pertama, punya sebuah "buku impian" yang ditulis
diam2 di kamarnya. Kemarin, saya memperoleh privilege untuk membaca buku
impian nya. Dan saya cukup kaget dengan apa yang ditulis anak saya.
Isinya dahsyat. Mulai dari nama SMP favorit (dengan tulisan besar2
dibawahnya: Diterima!), nilai yang ingin dicapai lulus SD nanti, dengan
siapa dia ingin menikah (ya, padahal dia baru 11 tahun), keinginan punya
pesawat terbang sendiri, rumah di Hollywood dan Itali, bahkan
dicantumkan juga punya uang sebesar $ 96 trilyun. Ya, dia menulis dalam
dollar dan nol dua belas. Bapak nya saja tidak berani bermimpi
se-dahsyat itu. Hampir saja saya nyletuk: "Emang kamu siapa? Paris
Hilton?"
Saya jadi teringat cerita ikon internet marketing Indonesia, Anne Ahira,
sewaktu mengikuti seminar internet marketingnya beberapa waktu lalu.
Ahira kecil juga adalah pengkhayal yang hebat. Saking ingin nya keliling
dunia, ia pernah menempelkan foto diri nya di kalender yang berisi
gambar2 kota dunia. Jadi waktu kecil Ahira sudah punya "foto" dirinya
didepan obyek wisata dunia, seperti misalnya di depan Golden Gate,
Menara Eiffel, dsb. Gambar-gambar tadi di fotocopy dan ditempel di
dinding. Ahira kecil ngotot, sekalipun Ibu nya mencoba meyakinkan bahwa
keliling dunia hanyalah mimpi bagi anak seorang buruh pabrik dan penjual
gado-gado.
Dan belakangan, Ahira dan Ibu nya menangis terharu setelah melihat foto
Ahira yang dimuat di Kompas yang menggambarkan dia sedang di depan
Golden Gate. Pose nya sama persis dengan foto khayalan Ahira sewaktu
kecil. Luar biasa. Thoughts become Things.
Pikiran anak-anak memang sangat jernih. Saya yakin sewaktu kecil kita
semua berani bermimpi dengan segala kepolosan kita. Tanpa ada
ketakutan-ketakutan apakah mimpi kita akan menjadi nyata atau tidak.
Barangkali konsep-konsep seperti: berpikir positif, law of attractions,
dsb. sebenarnya sudah diinstall oleh Tuhan di otak kita semua sejak kita
lahir. Hanya lambat laun pikiran jernih tadi hilang. Hingga saat kita
dewasa, seringkali sangat sulit untuk diinstall ulang.
Anak-anak berpikir dengan cara yang berbeda dengan kita. Ada sebuah
cerita, seorang konsultan yang sedang membantu memecahkan masalah di
sebuah perusahaan yang sudah listed di bursa suatu ketika ikut
menghadiri manajemen meeting untuk memecahkan suatu masalah. Sang
konsultan membuat sebuah titik di papan tulis. Dan bertanya:"gambar apa
ini?". Seluruh anggota manajemen kompak dengan jawaban:"sebuah titik
hitam di papan tulis putih". Sang konsultan tiga kali mengulang
pertanyaan yang sama, dan mendapat jawaban yang sama. Sang konsultan pun
geleng-geleng kepala."Kemarin saya menanyakan pertanyaan yang sama di
sebuat TK, dan mendapat 50 jawaban yg berbeda..." Ya, bagi anak-anak,
titik hitam tadi dapat menjadi mata seekor burung, bola semut, lalat
nemplok, dsb. Kreatifitas para pemimpin puncak perusahaan tadi kalah
jauh dengan anak TK. Padahal kreatifitas sangat diperlukan dalam
memecahkan masalah.
Tidak heran jika Picasso sampai pernah berkata: "Every child is an
artist. The challenge is to remain an artist after you grow up". Ya,
pelan-pelan kita berubah menjadi orang dewasa dengan meniadakan
kehebatan cara berpikir anak-anak yang super kreatif itu.
Menurut pengamatan saya, anak-anak ternyata selalu menerapkan 3B yang
seringkali sudah kita lupakan:
[b]Berimajinasi[/b]
Anak-anak adalah gudang nya imajinasi. Hari ini mereka bisa menjadi
guru, besok menjadi perawat, besok lagi menjadi pembalap, dsb. Hari ini
bisa perang-perangan di tengah hutan, besok bisa di dalam pesawat
angkasa. Imajinasi ternyata sangat penting dalam dunia pemasaran. Saya
teringat cerita salah seorang teman saya yang pekerjaannya seorang
marketer. Sebelum merumuskan strategi marketing. Bahkan jauh pada saat
produk baru sedang di rumuskan, tim mereka berimajinasi. Misalnya dengan
membayangkan bahwa produk tadi adalah sesosok manusia. Berapa umurnya,
apa hobby nya, pekerjaanya, kemana kalau "hang-out", minumnya apa,
makanya apa, dst. Ini yang kemudian menjadi bahan untuk mengembangkan
materi-materi iklan. Karena sudah memiliki imajinasi tentang "karakter"
produk tadi, maka penyusunan program marketing menjadi lebih mudah.
Buat anak-anak, tidak ada yang tidak mungkin. Imajinasi mereka spontan
dan tidak terlalu memikirkan "the how" nya. Karena bagi anak-anak
semuanya mungkin terjadi. Justru orang dewasa yang sering "menyabotase"
pikiran jernih mereka dengan kata2: "ah, mana mungkin".Bayangkan kalau
cara berimajinasi anak-anak ini kita terapkan dalam menetapkan visi kita
kedepan. Kita tidak akan diganggu dengan pikiran-pikiran negatif "ah
mana mungkin" tadi.
[b]Bermain[/b]
Bagi anak-anak semuanya hanyalah permainan. Dengan demikian tidak ada
"masalah" bagi anak-anak. Semua hal bisa dilihat dari sisi yang
menyenangkan. Lihat saja, sewaktu bencana banjir di Jakarta yang baru
lalu, anak-anak yang justru ceria bermain di tengah banjir. Anak-anak
lebih pandai melihat sisi menyenangkan dari setiap "persoalan". Coba
kalau ini kita terapkan dalam keseharian. Betapa "persoalan" akan lebih
mudah kita hadapi. Semua menjadi permainan yang menyenangkan.
Saya dulu punya teman yang hampir putus asa karena punya banyak hutang.
Saya juga sudah bingung mau ngomong apa. Ketika saya ucapkan kata-kata:"
its just a game man ...", ternyata dia langsung bangkit kembali. Dia
mendapat inspirasi bahwa bisnis yg dia jalani toh hanyalah permainan.
Bahwa skor nya saat ini minus, hanyalah skor, dan mulai sekarang dia
bisa bermain lebih bagus untuk mendapay skor yang lebih besar. Its just
a game. And its fun!
[b]Belajar[/b]
Siapa bilang anak-anak malas belajar. Justru mereka belajar setiap
waktu. Saya pernah baca berita suatu penelitian di MIT yang menyimpulkan
bahwa cara belajar anak2 itu seperti para scientist. Mereka sangat
tertarik hubungan kausalitas. Bagaimana kalau saya melakukan ini, apa
reaksi nya. Ini adalah dasar eksperimen. Dan banyak eksperimen yang
mereka lakukan. Bagaimana kalau mobil-mobilan ini ban nya dicopot?
Bagaimana kalau rambut boneka Barbie ini dipotong, dsb. Rasa ingin tahu
yang besar ini, sebenarnya bisa menjadi pendorong kesuksesan yang luar
biasa jika kita pertahankan hingga dewasa.
Anak-anak belajar secara alamiah untuk menjadi lebih baik. Seorang bayi
yang belajar berjalan, setiap kali jatuh akan bangkit kembali. Berapa
kali seorang anak terjatuh dari sepeda? Apakah dia akan berhenti dan
meratap. Tidak, dia akan tertawa, bangkit lagi, dan bersepeda lebih
baik. Ini adalah proses belajar yang luar biasa. Berani mencoba, berani
jatuh dan berani mengevaluasi diri, ini yang sayangnya sering hilang
pada saat kita menjadi manusia dewasa.
Jadi, kalau Anda sekarang adalah anak-anak, Anda mau menjadi siapa?
Menjadi Spiderman? Batman? Donald Trump? Atau mau jadi Paris Hilton?
Selamat berimajinasi.
Sumber : Fauzi Rachmanto