Dunia Wanita

Mulai Terhitung 17 Sept 2011 - 6 hari kedepan http://www.duniawanita.org akan bs di akses dengan alamat http://www.duniawanita.us
dan untuk selanjutan artikel akan update di website baru.
---------------------
Silahkan Kunjungi Website DWI
dengan tampilan dan artikel baru :
http://www.duniawanita.us

Join the forum, it's quick and easy

Dunia Wanita

Mulai Terhitung 17 Sept 2011 - 6 hari kedepan http://www.duniawanita.org akan bs di akses dengan alamat http://www.duniawanita.us
dan untuk selanjutan artikel akan update di website baru.
---------------------
Silahkan Kunjungi Website DWI
dengan tampilan dan artikel baru :
http://www.duniawanita.us

Dunia Wanita

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Indonesian Female'S Forum - Dunia Wanita Indonesia


    Ilmu sukses

    dextrax
    dextrax
    Edelweiss
    Edelweiss


    Male Ilmu sukses Titik110

    Total Post : 355
    Ilmu sukses Left_bar_bleue999 / 999999 / 999Ilmu sukses Right_bar_bleue


    Location : jakarta
    Joint date : 2009-02-10
    hobbies : buanyak baget

    Ilmu sukses Empty Ilmu sukses

    Post  dextrax 20/03/09, 01:12 pm

    [b][color:20cd=red]Ilmu sukses[/color][/b]
    Seorang murid lagi belajar “ilmu sukses” pada seorang Guru. Oleh Sang guru, murid ini diajak mencari orang termiskin di desa termiskin di kota termiskin dan di negara termiskin. Setelah berkelana, mereka pun akhirnya tiba di sebuah desa termiskin di kota termiskin. Mereka berdua berkeliling desa dan melakukan survey baik sendiri ataupun bertanya pada pemuka desa. Akhirnya mereka pun tiba di sebuah halaman besar dengan sebuah rumah di halaman itu.


    “Ya, inilah keluarga termiskin di desa ini,”ucap si Murid dalam hati.
    Halaman rumah itu hanya ditumbuhi rerumputan. Mereka berdua masuk ke halaman dan mengetuk pintu rumah itu. Pintu rumah pun terbuka. Dan muncullah sesosok tubuh pria dari balik pintu. Wajah itu tersenyum. Mereka berdua, si Murid dan Sang Guru pun memperkenalkan diri, dan bilang kalo mereka ingin menumpang nginap di rumah itu sehari dua hari karena akan menempuh perjalanan jauh lagi. Pria pemilik rumah itu memberikan izin dan mempersilahkan masuk. Mereka berdua pun masuk. Si Murid mengamati keadaan bagian dalam rumah itu.
    “Betul-betul memprihatinkan kondisi rumah ini,”ucap si Murid dalam hati.


    Rumah itu hanya diterangi oleh sebuah lampu. Ruang makan boleh dibilang tidak ada, karena bercampur menjadi satu dengan dapur. Lantai rumah itu masih beralaskan tanah. Rumah itu beranggotakan sepasang kakek dan nenek, pria tadi serta istrinya dan 4 orang anak mereka. Perabotan, meja kursi, yang ada sudah nampak tua, dan tidak terawat rapi.


    “Benar-benar memprihatinkan,”ucap si Murid lagi dalam hatinya. “Ini betul-betul keluarga termiskin yang pernah saya jumpai,”bisiknya dalam hati.


    Mereka berdua, si Murid dan Sang Guru pun, bercakap-cakap dengan bapak pemilik rumah itu. Setelah lama bercakap, bapak pemilik rumah itupun bercerita bahwa sumber penghasilan mereka berasal dari susu segar dari sapi peliharaan mereka. Seekor sapi peliharaan memang diwariskan dari kakek dan nenek mereka. Sumber mata pencaharian mereka berasal dari penjualan susu sapi segar. Dan satu-satunya sapi itulah yang merupakan kebanggaan mereka dibandingkan penduduk lainnya di desa itu. Bapak pemilik rumah itu bercerita dengan bangganya tentang seekor sapi peliharaan mereka itu yang sudah berjasa banyak menghasilkan susu segar sehingga bisa menghidupi keluarga mereka ini.


    Makan malam pun sederhana sekali, minim sekali, hanya nasi putih dan ikan asin, dengan minuman susu sapi segar. Dan ketika tidur, tempat tidurnya pun hanyalah dipan beralaskan tikar.


    Esok paginya, mereka pun bangun dan sarapan. Minuman susu sapi segar menemani sarapan mereka. Keluarga itu pun duduk berkumpul. Mereka sekeluarga lagi sibuk menuangkan susu sapi hasil perahan pagi itu ke dalam botol-botol untuk dijual lagi. Si Murid dan Sang Guru berjalan keluar rumah menuju halaman rumah yang luas itu.
    “Aha… ternyata inilah sapi yang mereka cerita-ceritakan semalam itu. Inilah sapi yang sudah berjasa memberikan mata pencaharian buat seisi rumah ini,” kata si Murid dalam hati.
    “Guru, bagaimana kalau kita membantu keluarga ini? Misalnya dengan memberikan rumput pilihan untuk sapi ini agar sapi ini bisa menghasilkan lebih banyak susu buat keluarga ini,”ucap si Murid pada Sang Guru.
    Sang Guru hanya diam. Ia tersenyum. Ia pun mendekati sapi peliharaan keluarga itu. Ia mengelus-elus kepala hewan itu. Kemudian sang Guru ini merogoh sesuatu dari tas yang dibawanya, dan mulutnya berkomat kamit sebentar, lantas disembelihnya hewan peliharaan itu. Ya,Sang Guru ini mengeluarkan sebilah pisau tajam dan menyembelih hewan itu sehingga tak bernyawa.
    Si Murid menjadi kaget bukan kepalang. Belum hilang kagetnya, ia merasakan tangannya ditarik oleh Sang Guru untuk meninggalkan rumah keluarga termiskin itu.
    si Murid bengong, ia tidak bisa berkata apa-apa ataupun menanyakan apapun pada gurunya. Ia hanya diam.


    Lima tahun berlalu sejak kejadian itu. Si Murid sudah belajar banyak prinsip sukses dari Sang Guru. Namun masih ada satu pertanyaan besar dalam hati si Murid. Kenapa gurunya berbuat itu 5 tahun lalu? Bagaimana keadaan keluarga termiskin itu? Satu-satunya Sapi peliharaan mereka tewas, sedangkan sumber penghasilan satu-satunya keluarga itu tergantung pada susu sapi segar yang dihasilkan.
    Dengan memberanikan diri, akhirnya si Murid bertanya pada Sang Guru…
    “Guru, apa “ilmu sukses” yang bisa saya dapatkan dari kejadian 5 tahun lalu? Saya sampai sekarang khawatir keadaan keluarga termiskin di desa termiskin di kota termiskin di dunia itu. Satu-satunya sapi peliharaan mereka yang merupakan mata pencaharian keluarga itu, malah disembelih oleh guru,”tanya si Murid.
    Sang Guru tersenyum tersipu-sipu..eh, salah, tersenyum penuh makna tersembunyi.
    “Mari kita lihat keadaan keluarga itu sekarang,”ajak Sang Guru. Sang Guru mengajak si Murid menuju ke rumah keluarga miskin itu. Mereka berdua melakukan penyamaran agar tidak dikenali langsung.
    Lantas mereka berdua pun menempuh perjalanan menuju keluarga termiskin di desa termiskin itu. Mereka menemui sebuah halaman yang luas, namun keadaan jauh berbeda. Rumah yang ada di halaman itu jauh lebih besar dan lebih bagus.
    “Ehmm…. apakah ini rumah yang dulu? Jangan-jangan guru salah alamat”ucap si Murid dalam hati.
    Sang Guru pun mendekati rumah itu dan mengetuk pintu. Pintu pun terbuka, dan muncullah sesosok pria dari balik pintu itu.
    “Ooppss….” desis si Murid dalam hati. Wajah itu wajah yang sama. Wajah itu yang muncul di balik pintu 5 tahun yang silam. Namun wajah itu lebih cerah sekarang, lebih terawat bersih, rapi. Pakaian pria itupun jauh lebih bagus daripada 5 tahun sebelumnya.
    “Cari siapa? Ada apa? ?”tanya pria pemilik rumah itu.
    “Kami mau menumpang menginap di rumah ini untuk satu dua hari. Bolehkah?” tanya Sang Guru dengan tenang.
    Si Murid sudah merasa was was. Ia berpikir bahwa pria pemilik rumah itu akan bisa mengenali gurunya dan marah pada gurunya yang telah menyembelih sapi peliharaan mereka satu-satunya.
    “Oh, silahkan masuk. Anda berdua bisa menumpang nginap di rumah kami. Hari sudah terlalu malam untuk melanjutkan perjalanan,”ucap pria itu.
    Sang Guru pun masuk ke dalam rumah itu diikuti oleh si murid.
    “Woww…keadaan rumah ini jauh sekali berbeda dengan dulu. Semua perabot sudah diganti, jauh rapi dan tertata. Ruangannya terang disinari 2 lampu, dan kamar-kamarnya pun bagus. Beda sekali dengan keadaan dahulu,” gumam si Murid dalam hati.
    “Ahh…lantai rumah ini sudah beralaskan ubin, bukan lagi tanah”kaget si Murid lagi.
    Belum hilang kaget si Murid, dari dalam rumah muncul keluarga besar rumah itu.
    “Wowww…”teriak si Murid.
    4 orang anak dewasa muncul dengan pakaian rapi ditemani kakek dan nenek mereka. Wajah mereka tersenyum memberikan salam.
    “Senang sekali berjumpa dengan bapak berdua,”ucap 4 anak dewasa itu pada si Murid dan Sang Guru.
    Si Murid masih heran, bertanya-tanya dalam hati. Apa yang terjadi pada mereka sepeninggal sapi peliharaan mereka tewas disembelih oleh gurunya.
    “Begini ceritanya….” ucap si Pria pemilik rumah.
    Si Murid mendengar penuh antusias. Ia memandangi pria itu. “Ahh…pria yang dulunya termiskin di desa termiskin di kota termiskin di negara termiskin di dunia ini, sepertinya bukan lagi merupakan pria ataupun keluarga termiskin. Kehidupan keluarga ini jauh berubah. ada apa ya ?…”desis si Murid dalam hati..
    “Kami lima tahun lalu kedatangan 2 orang tamu, dan sejak itu mengalami perubahan hebat dalam hidup kami”ucap pria itu.
    “Kami menyambut 2 tamu itu, namun keesokan siang harinya 2 tamu itu menghilang tiba-tiba, dan siang harinya kami temukan juga sapi peliharaan kami satu-satunya tewas,”jelas pria itu.
    Si Murid terdiam. Ia merasakan tegang di antara cerita pria pemilik rumah itu. Ia mengamati Sang Guru. Dilihatnya Sang Guru tetap tenang dan tersenyum.
    “Kami tidak tau siapa yang menewaskan sapi kami. Kami juga tidak tau bagaimana nasib kedua tamu kami itu. Apakah dibawa kabur oleh orang yang menewaskan sapi kami? ataukah jangan-jangan dibunuh juga oleh orang yang menewaskan sapi kami? Kami benar-benar panik waktu itu. Bagaimana tanggung jawab kami pada 2 tamu yang sudah menginap di rumah kami. Kami juga panik dan sedih sekali, satu-satunya hewan peliharaan kami, yang kami bangga-banggakan selama ini, yang sudah memberikan mata pencaharian dan kehidupan buat kami sekeluarga, ternyata tewas dan tidak akan bisa menghasilkan susu segar lagi buat kami untuk menghidupi keluarga ini,”ucap si Pria itu.
    “Kami beberapa hari tidak minum susu segar, atau bahkan tidak sarapan pagi. Makan hanya sekali sehari, itupun karena masih ada stok beras yang ada. Kami merasakan kehidupan kami hancur berantakan sepeninggal sapi peliharaan itu. Kami setiap paginya memandangi halaman di mana sapi peliharaan kami itu biasanya merumput. Kami sekeluarga merasakan lapar dan putus asa”jelas pria itu lagi.
    Si Murid diam mendengarkan dan menyimak cerita pria pemilik rumah itu.
    “Ketika kondisi kami tambah parah, dan setiap paginya hanya bisa merenung memandangi halaman rumah kami tempat dulunya sapi peliharaan kami itu, tiba-tiba terlintas ide di benakku untuk mencoba menanam sayur-sayuran buat bekal kami makan. Akhirnya saya dan keluarga mencoba bercocok tanam di halaman kami. Lambat laun, halaman kami pun berubah menjadi kebun dan menghasilkan tanaman dan sayur mayur buat kami makan bersama nasi. Yang selama sebelumnya, kami hanya makan nasi berlaukkan ikan asin atau kecap dan susu sapi segar. Kami makan dengan menu berbeda, dengan sayur-sayuran segar. Kami merasakan perbedaan. Akhirnya timbul ide saya lagi untuk lebih mengembangkan kebun kami sehingga lebih banyak menghasilkan, sehingga kami pun bisa menghasilkan lebih banyak sayur-sayuran dan akhirnya menjual sayur-sayuran ke orang lain. Kami merasakan perubahan hari demi hari,”cerita si pria itu.
    Si Murid masih membaca dan menyimak cerita si pria itu.. (ehmm…siapa yah si murid itu? yang lagi membaca kah?
    “Dari hasil menjual sayur-sayuran, kami menabungkan uang kami, mulai membeli lagi lahan baru di desa ini, sehingga akhirnya kami mulai mempunyai perkebunan yang luas, yang banyak menghasilkan sayur-sayuran, buah-buahan yang bisa kami jual ke masyarakat desa ini. Dan perubahan itu kami rasakan makin membaik dari tahun ke tahun. Hingga akhirnya sekarang ini, kami juga bisa memperbaiki tempat tinggal kami, dan juga bisa membeli lagi sapi-sapi, namun tidak hanya seekor tapi sudah mencapai 3 ekor sekarang ini. Dan saya akan perbanyak sapi-sapi itu”jelas pria itu.
    Pria itu berhenti sejenak. Ia memandang tajam pada si Murid yang lagi mendengarkan dengan seksama kisah pria yang dulunya termiskin itu. Si Murid pun merasa gugup kalo-kalo ketauan bahwa ia dan gurunya lah yang menyembelih sapi peliharaan keluarga itu.
    “Kami semua mengalami perubahan hebat sejak saat itu. Sejak matinya sapi kami satu-satunya. Walau awalnya sempat kecewa dalam, namun kami menyadari, bahwa kehidupan kami sebelumnya, sebelum kejadian hari itu, kami terlalu terikat pada sapi kami. Kami mengandalkan 100% kehidupan kami pada sapi satu-satunya itu. Kami terbelenggu oleh susu sapi segar yang dihasilkan oleh satu-satunya sapi kami dulu itu. Kami terlalu takut, terlalu khawatir, untuk mencoba yang lain dari pada sapi kami itu. Padahal kami mempunyai potensi untuk berbuat lebih banyak, mencoba lebih banyak daripada hanya sekedar seekor sapi yang hanya bisa memberikan susu segarnya pada kami. Kami sampai sekarang tidak tau siapakah penyebab tewasnya sapi peliharaan itu. Namun kami berterima kasih sekali, sejak kejadian itu, atau mungkin 2 orang tamu yang datang berkunjung pada malam itu, merupakan malaikat yang ditunjuk oleh Tuhan untuk membebaskan belenggu ketakutan pada keluarga kami yang sudah diwariskan turun temurun. Kami juga tidak tau siapa jelasnya 2 orang tamu itu. Mungkin juga 2 orang tamu itulah yang menyembelih sapi kami. Seandainya iya, kami pun berterima kasih sekali karena sudah membukakan hati dan pikiran kami untuk mengambil suatu tindakan baru agar menghasilkan perubahan baru dalam hidup kami, walau dengan pengorbanan menyembelih sapi peliharaan kami,”ucap pria itu tersenyum.
    Pria itu pun memandang pada si Murid dan Sang Guru.
    Sang Guru tersenyum dalam. Si Murid tersenyum tersipu-sipu. Si Murid baru menyadari bahwa ia pun telah mempunyai “sapi peliharaan” dalam pikirannya, yang telah membelenggu dirinya untuk melakukan suatu tindakan baru, pola pikir baru agar menghasilkan suatu perubahan baru. Si Murid hari itu belajar “Ilmu Sukses” paling berharga dalam hidupnya.
    Si Murid terdiam, suatu pelajaran berharga dan dalam telah ia terima dari Sang Guru. Ia pun terdiam membaca bait demi bait, kalimat demi kalimat, kata demi kata di dalam blog ini. Ia kaget!! Ia ternyata masih memelihara “sapi peliharaan” dan ia pun lagi berpikir apakah mau melepas “sapi peliharaannya” ataukah tetap memelihara “sapi peliharaan” itu dalam pikirannya. Si Murid tersenyum lagi, ia tersenyum lega, karena sejak hari ini, hari dimana ia membaca kisah ini, ia bertekad akan melepas atau membunuh “sapi peliharaan”nya. Sehingga ia pun suatu hari, 1 - 5 tahun ke depan, akan bisa bercerita pada orang-orang di luar sana bahwa ia sudah mengalami suatu perubahan besar dan hebat dalam hidup setelah membaca kisah ini.
    Dan Sang Guru pun tersenyum dalam, tersenyum bahagia, karena ia sudah menuliskan cerita yang panjang di blog ini, membagikan apa yang sudah ia pelajari dan alami. Hahaha… Sang Guru mau melanjutkan dengan kegiatan lainnya.
    NB :
    Kalau Anda masih membaca sampai tulisan terakhir ini. Siapakah si Murid, Sang Guru dan si Pria pemilik rumah???? Atau siapakah atau apakah “Sapi Peliharaan” dalam diri? Maukah melepas “sapi peliharaan” itu agar bisa mengeluarkan potensi terbesar dan terhebat dalam diri yang sudah diberikan oleh Tuhan buat Anda (si Murid, Sang Guru atau si Pria)??? Agar bisa mempunyai “perkebunan2 yang lebih besar dan jauh lebih menghasilkan, peternakan sapi yang lebih besar”…
    Hidup adalah Pilihan. Sama seperti ketika Anda memilih untuk membaca cerita ini dari awal sampai akhir. Bagaimanakah akhir kehidupan yang Anda pilih???

      Current date/time is 03/05/24, 03:17 am