Beberapa Abad yang silam, sekelompok warga desa yang berhasil selamat dari bencana peperangan yang terjadi di sebuah Negara, berlari ke arah pegunungan mereka bersembunyi di dalam sebuah gua, mereka terdiri dari seorang kepala keluarga, anak lelakinya, anak perempuannya, seorang kakek tua yang sudah renta, seorang sahabat si kepala keluarga dan juga seorang lelaki yang sakit keras, saking parahnya dia bisa mati kapan saja..
Mereka berfikirnya mereka lah yang tersisa dari desa kecil tempat tinggal mereka, namun dugaan mereka salah, tak lama datanglah seorang lagi warga desa yang notabene-nya musuh si kepala keluarga itu, dan yang lebih menjengkelkannya dia adalah orang yang sangat rakus, itu membuat cadangan makanan mereka makin cepat habisnya..
Dan celakanya lagi, tak lama sekawanan perampok mendatangi gua tempat mereka bersembunyi itu, Jelas warga desa itu tergusur, jahatnya lagi perampok ini ingin menghabisi para warga desa itu, agar tidak membuka mulut mereka kalau gua itu merupakan tempat persembunyian mereka, si Kepala Keluarga berusaha menyelamatkan nyawa mereka, ia berdebat panjang lebar, hingga akhirnya para perampok itu bersedia melepaskan mereka dengan 1 syarat, mereka menginginkan satu nyawa, sebagai contoh kalau ada diantara mereka yang membuka mulut mereka nantinya..
Si Kepala Keluarga terkejut, ia harus memilih siapa ??
Anak Lelakinya ?? Tentu tidak ??
Anak Perempuannya ?? Tidak Juga ??
Sahabatnya ?? Kasihan, bahkan dia tidak tahu bagaimana keadaan keluarganya sekarang ??
Pilihannya sekarang tinggal ..
Si Kakek yang sudah mau mati, Lelaki yang sakit keras, atau si Rakus musuhnya itu..
Ia menarik nafas panjang dalam kebinggungan, sementara si Perampok sudah tidak sabaran dan menegur si Kepala Keluarga,..
Si Kepala Keluarga melirik sejenak, ia menatap si Kakek yang sudah mau mati itu masih takut juga mati, ia melirik ke orang sakit itu, matanya masih menyiratkan keinginan untuk sembuh, ia melihat juga pada musuhnya si rakus yang masih sibuk menyantap makanan, terlihat jelas semangat hidupnya untuk terus makan..
Si Perampok menegurnya lagi,..
Si Kepala Keluarga akhirnya menjawab :
Kira-kira siapa yang ditunjuknya ??
Bukan-bukan si Kakek Tua itu,..
Bukan juga si Orang sakit itu,..
Hah musuhnya ?? Tega benar anda ??
Si Kepala Keluarga itu menjawab bahwa ia tidak mampu memilih,.
Cinta kasihnya pada anak dan sahabatnya, sama besarnya dengan cinta yang ia berikan pada si kakek tua , si orang sakit ataupun musuhnya itu.
Ia mengerti benar apa yang disebut dengan Membuka Pintu Hati, membuka hatinya untuk siappun kamu, kapan-pun dan apapun yang pernah kamu lakukan dapa dirinya. Pintu hatinya terbuka lebar untuk semua, tanpa syarat, tanpa pandang bulu, dan cinta kasih yang mengalir bebas, karena itulah ia tidak mampu memilih antara dirinya maupun orang-orang itu..
Ya dia juga tidak mampu memilih dirinya, karena ia mengerti bagaimana menghargai dirinya seperti dia menghargai orang lain, mengapa kita selalu berfikir mengorbankan diri sendiri adalah sebuah kebaikan, mengapa kita lebih menuntut, lebih kritis dan lebih menghukum diri sendiri lebih dari siapapun ??
Alasannya cuma satu, kita belum mengerti bagaimana mencintai diri kita sendiri, dan menggangap pengorbanan diri kita lebih berharga dan hebat dibanding mencintai diri kita sendiri..
Tapi pernahkah terpikir, dengan tidak mengorbankan diri kita sendiri, dan juga tidak mengorbankan orang lain akan membuat lebih banyak lagi orang yang terselamatkan dibanding dengan sebuah pengorbanan ??
Mereka berfikirnya mereka lah yang tersisa dari desa kecil tempat tinggal mereka, namun dugaan mereka salah, tak lama datanglah seorang lagi warga desa yang notabene-nya musuh si kepala keluarga itu, dan yang lebih menjengkelkannya dia adalah orang yang sangat rakus, itu membuat cadangan makanan mereka makin cepat habisnya..
Dan celakanya lagi, tak lama sekawanan perampok mendatangi gua tempat mereka bersembunyi itu, Jelas warga desa itu tergusur, jahatnya lagi perampok ini ingin menghabisi para warga desa itu, agar tidak membuka mulut mereka kalau gua itu merupakan tempat persembunyian mereka, si Kepala Keluarga berusaha menyelamatkan nyawa mereka, ia berdebat panjang lebar, hingga akhirnya para perampok itu bersedia melepaskan mereka dengan 1 syarat, mereka menginginkan satu nyawa, sebagai contoh kalau ada diantara mereka yang membuka mulut mereka nantinya..
Si Kepala Keluarga terkejut, ia harus memilih siapa ??
Anak Lelakinya ?? Tentu tidak ??
Anak Perempuannya ?? Tidak Juga ??
Sahabatnya ?? Kasihan, bahkan dia tidak tahu bagaimana keadaan keluarganya sekarang ??
Pilihannya sekarang tinggal ..
Si Kakek yang sudah mau mati, Lelaki yang sakit keras, atau si Rakus musuhnya itu..
Ia menarik nafas panjang dalam kebinggungan, sementara si Perampok sudah tidak sabaran dan menegur si Kepala Keluarga,..
Si Kepala Keluarga melirik sejenak, ia menatap si Kakek yang sudah mau mati itu masih takut juga mati, ia melirik ke orang sakit itu, matanya masih menyiratkan keinginan untuk sembuh, ia melihat juga pada musuhnya si rakus yang masih sibuk menyantap makanan, terlihat jelas semangat hidupnya untuk terus makan..
Si Perampok menegurnya lagi,..
Si Kepala Keluarga akhirnya menjawab :
Kira-kira siapa yang ditunjuknya ??
Bukan-bukan si Kakek Tua itu,..
Bukan juga si Orang sakit itu,..
Hah musuhnya ?? Tega benar anda ??
Si Kepala Keluarga itu menjawab bahwa ia tidak mampu memilih,.
Cinta kasihnya pada anak dan sahabatnya, sama besarnya dengan cinta yang ia berikan pada si kakek tua , si orang sakit ataupun musuhnya itu.
Ia mengerti benar apa yang disebut dengan Membuka Pintu Hati, membuka hatinya untuk siappun kamu, kapan-pun dan apapun yang pernah kamu lakukan dapa dirinya. Pintu hatinya terbuka lebar untuk semua, tanpa syarat, tanpa pandang bulu, dan cinta kasih yang mengalir bebas, karena itulah ia tidak mampu memilih antara dirinya maupun orang-orang itu..
Ya dia juga tidak mampu memilih dirinya, karena ia mengerti bagaimana menghargai dirinya seperti dia menghargai orang lain, mengapa kita selalu berfikir mengorbankan diri sendiri adalah sebuah kebaikan, mengapa kita lebih menuntut, lebih kritis dan lebih menghukum diri sendiri lebih dari siapapun ??
Alasannya cuma satu, kita belum mengerti bagaimana mencintai diri kita sendiri, dan menggangap pengorbanan diri kita lebih berharga dan hebat dibanding mencintai diri kita sendiri..
Tapi pernahkah terpikir, dengan tidak mengorbankan diri kita sendiri, dan juga tidak mengorbankan orang lain akan membuat lebih banyak lagi orang yang terselamatkan dibanding dengan sebuah pengorbanan ??